Ada dua hal mendasar yang diperlukan untuk menempuh pendidikan spesialis di Jerman, yaitu :
(1) modal bahasa Jerman yang baik dan
(2) niat yang sangat kuat untuk menempuh pendidikan spesialis tersebut.
Mengapa dua hal ini sangat penting?
Karena untuk mendapatkan lowongan pekerjaan sebagai Assistenzarzt, kita harus mencari lowongan pekerjaan, menulis suratl amaran, kemudian kita harus berhubungan dengan berbagai badan pemerintahan di Jerman untuk mengurus berbagai kelengkapan dokumen, dan kita harus membaca semua peraturan mengenai dokumen-dokumen yang harus kita lengkapi. Semua ini tentu saja membutuhkan bahasa Jerman yang lebih dari „Ich heiße …“ atau „Auf Wiedersehen“. Terlebih lagi setelah kita bekerja, kita akan berkomunikasi dengan pasien. Bagaimana mungkin kita bisa membina raport dengan pasien, jika kita tidak menguasai bahasa Jerman dengan baik?
Poin kedua, yaitu niat yang kuat, juga sangat penting, karena mencari lowongan pekerjaan di Jerman bagi lulusan negara ketiga, terlepas dari Ärztemangel (kekurangan dokter), tidak mudah. Bayangkan anda seorang direktur kepegawaian RSCM yang menerima lamaran dari dokter yang berasal dari Timbuktu, tentu Anda akan mempertimbangkan setidaknya dua hal:
(1) apakah pelamar mampu berbahasa Indonesia dan dapat dimengerti oleh pasien? Jangan sampai RS ini mendapatkan tuntutan malpraktek akibat komunikasi yang tidak lancar;
(2) kompetensi, apakah ia mampu bekerja sebagai dokter yang memenuhi standar RSCM sebagai RS pusat rujukan nasional di Indonesia?
Tentu saja sebagai RS ternama di Indonesia, RSCM tidak akan kekurangan dokter umum yang ingin melamar sebagai peserta dokter spesialis. Terlepas dari fakta bahwa pelamar adalah lulusan FK terbaik di Timbuktu, Anda tentu saja tidak punya waktu untuk melakukan background checksecara menyeluruh pada kandidat ini (Anda mungkin juga tidak tahu apakah FK tersebut memang FK terbaik di Timbuktu). Masih banyak lulusan FKUI atau FK PTN ternama di Indonesia lain atau FK Swasta lain yang ingin bekerja di RSCM. Inilah gambaran posisi kita sebagai lulusan dari Indonesia/negara ketiga.
Banyak yang bertanya kepada saya: „Jika ingin PPDS X (program studi) di Jerman, paling bagus di kota apa ya?“ Saya paham, kita semua ingin mendapatkan pendidikan yang terbaik di universitas bergengsi, namun apakah kita sadar akan posisi kita? Jika kita sebagai lulusan negara ketiga ingin mencari pekerjaan di tempat terbaik di Jerman, apakah kita memiliki nilai jual? Inilah yang saya maksud dengan niat. Mencari lowongan pekerjaan sebagai AA (Assistenzarzt) di Jerman sangat sulit, pengalaman saya pribadi menghabiskan dua tahun. Ditambah lagi masa studi minimal 6 tahun. Jika dijumlahkan saya akan menghabiskan waktu 8 tahun. Tapi, yang perlu diingat adalah selama 6 tahun itu kita bekerja, mendapatkan gaji, membangun karir dan dapat membangun rumah tangga. Jadi saran saya adalah bulatkan tekad dan niat,jika memang ingin menempuh PPDS di Jerman. Kita harus siap susah, harus siap mulai dari nol.
Peluang kita untuk mendapatkan pekerjaan lebih besar di RS di kota kecil yang bahkan mungkin orang Jerman pun tidak kenal. Dari sana kita dapat membangun karir kita, pindah ke RS yang lebih besar, pindah ke centeryang baik. Jadi, terlepas dari kita lulusan terbaik FKUI, kita bukanlah siapa-siapa di Jerman. Jika Anda berhasil mendapatkan lowongan kerja, saran saya, ambil saja tanpa pikir panjang. Anda tidak akan tahu kapan anda mendapat kesempatan itu lagi. Namun, sekali lagi, hidup adalah pilihan, Anda bisa saja kekeuhingin bekerja di Uniklinik Heidelberg, Charité Berlin, atau di kota besar lain (kabar burung mengatakan bahwa di kalangan orang Jerman sendiri bekerja di Uniklinik tidak lagi menjadi incaran mereka karena beban kerja yang jauh lebih besar dari RS biasa: trias pendidikan-pelayanan-penelitian). Resiko dari pilihan tersebut adalah Anda harus menunggu mungkin tahunan atau bahkan tidak pernah mendapat lowongan sama sekali.